Jakarta, — Kebebasan pers kembali mendapat ancaman serius setelah Rizky, jurnalis dari media online Teropong Rakyat, dianiaya saat melakukan peliputan investigatif di Jalan K.S. Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ia menjadi korban kekerasan brutal usai mendokumentasikan aktivitas jual beli Tramadol yang diduga dilakukan secara terbuka.
Tragedi ini terjadi pada Jumat (18/4/2025), ketika Rizky bersama timnya tengah merekam peredaran obat keras terbatas tersebut. Tak disangka, mereka langsung diintimidasi dan diburu oleh sekelompok orang yang diyakini merupakan bagian dari jaringan peredaran Tramadol.
Ironisnya, setelah melaporkan kejadian ke Polsek Tanah Abang, Rizky justru tak mendapat perlindungan maksimal. Ia malah diarahkan ke unit narkoba tanpa penanganan langsung terhadap kekerasan yang dialaminya. Parahnya lagi, saat hendak meninggalkan kantor polisi, Rizky kembali diserang dan mengalami luka berat, termasuk patah tulang akibat terjatuh dari motor.
“Kami hanya meliput, tapi diserang seperti kriminal. Polisi malah bersikap dingin dan lepas tangan,” ujar Rizky dengan nada kecewa.
Pimpinan Redaksi Teropong Rakyat, Romli, angkat bicara. Ia menyebut respons aparat terhadap insiden ini sangat memprihatinkan dan mencederai prinsip kebebasan pers.
“Wartawan kami dianiaya, tapi penjual Tramadol dibiarkan bebas. Ini bukti penegakan hukum kita lemah dan pilih kasih,” tegasnya. Ia juga berencana membawa kasus ini ke Propam Polda Metro Jaya untuk meminta keadilan.
Sementara itu, warga sekitar menyebut peredaran Tramadol di Jalan K.S. Tubun bukan hal baru. Aktivitas ilegal itu sudah menjadi rahasia umum dan terkesan kebal hukum. “Mereka kayak punya ‘backing’. Meski dilaporin, tetap aman. Kami curiga ada oknum yang bermain,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini menguak persoalan yang lebih besar: lemahnya pengawasan terhadap peredaran obat keras dan minimnya perlindungan terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya. Tramadol, yang seharusnya hanya beredar melalui jalur medis resmi, kini dijual bebas bak permen di pinggir jalan.
Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan tak lagi berpangku tangan. Penindakan tegas, pengawasan ketat, serta perlindungan terhadap pekerja pers adalah langkah minimum untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Tidak ada komentar