Skandal Hukum di Cibinong: Jaksa Diduga Bungkam Kebenaran, Nenek Melawati PW Dikriminalisasi?

waktu baca 3 minutes
Selasa, 11 Feb 2025 14:30 0 80 intipena.com

Cibinong, Bogor – Proses hukum terhadap terdakwa Melawati PW semakin menuai tanda tanya besar. Dalam sidang keenam yang digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Jaksa Penuntut Umum (JPU) diduga secara terang-terangan mengabaikan keterangan saksi meringankan yang diajukan pihak terdakwa.

Sidang yang berlangsung pada 10 Februari 2025 ini menghadirkan Yosi, saudara ipar Melawati PW, sebagai saksi meringankan. Yosi bersikeras bahwa dirinya menyaksikan langsung insiden yang dituduhkan kepada Melawati PW.

“Saya melihat dengan jelas renteng kayu dari pohon pepaya Jepang hanya ditunjuk-tunjukkan ke saudara Ali, tidak terlihat mengenai tubuhnya sedikit pun seperti yang tertulis di BAP,” ujar Yosi kepada awak media usai sidang.

Namun, alih-alih mempertimbangkan fakta ini, Majelis Hakim dan JPU justru menolak eksepsi dari keterangan saksi Yosi. Ironisnya, terdakwa yang didakwa dengan pasal kekerasan adalah seorang nenek yang secara logika kecil kemungkinan mampu melakukan tindak kekerasan terhadap Ali, seorang petugas keamanan Perumahan Grand Tenjo Residence.

Kuasa Hukum terdakwa, M. Siban, dengan tegas menyatakan bahwa kasus yang menjerat kliennya sarat dengan kejanggalan dan berbau kriminalisasi.

“Awalnya pasal yang disangkakan adalah 352 junto 335, tetapi dalam dakwaan berubah menjadi 351 junto 310 ayat 1. Sejak tahap penyidikan sudah tampak jelas bahwa Melawati PW dikriminalisasi. Alat bukti yang diajukan pun tidak sesuai dengan fakta keterangan saksi,” ungkap Siban geram.

Bahkan lebih mencurigakan lagi, menurut Siban, pihaknya sudah lima kali mengajukan permohonan untuk menghadirkan saksi perbalisan, yakni penyidik Polsek Tenjo berinisial A, namun selalu ditolak mentah-mentah oleh JPU.

“Apa yang sebenarnya terjadi dengan hakim dan JPU di Pengadilan Negeri Cibinong? Ada kepentingan siapa yang sedang mereka lindungi?” tambahnya penuh curiga.

KRONOLOGI KEJADIAN: KASUS ATAU REKAYASA?

Kasus ini berawal dari upaya Melawati PW mempertahankan rumah dan tanah warisan orang tuanya, Phang Sin Yuh, yang berlokasi di depan Perumahan Grand Tenjo Residence. Tanah tersebut diduga dirusak secara sepihak oleh alat berat excavator yang dikawal oleh Ali dan pihak terkait. Merasa haknya diinjak-injak, Melawati PW bereaksi dengan mengacungkan ranting kayu—yang kemudian dipelintir sebagai alat kekerasan dalam dakwaan.

“Alat bukti yang diajukan pun absurd, benda yang katanya digunakan untuk memukul ternyata hanya sekadar ditunjuk-tunjukkan. Saksi mata jelas-jelas menyatakan tidak ada kontak fisik, tetapi kenapa tetap dipaksakan?” ujar Siban.

Parahnya lagi, sejak awal penyidikan, tidak pernah dilakukan gelar perkara atau olah TKP. Bahkan pasal yang dikenakan berubah di tengah jalan tanpa alasan yang masuk akal.

“Ada apa dengan hukum di negeri ini? Kenapa begitu sulit mencari keadilan di Indonesia? Proses hukum malah seperti permainan yang dikendalikan oleh pihak berkepentingan,” ujar salah satu anggota keluarga Melawati PW yang enggan disebut namanya.

Kasus ini semakin menambah daftar panjang dugaan kriminalisasi terhadap rakyat kecil. Ketika hukum justru lebih tajam ke bawah, publik patut bertanya: apakah keadilan benar-benar masih ada, atau hanya ilusi belaka?

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA