Serang – Pernyataan kontroversial Wakil Wali Kota Serang, Agis Aulia, dalam video yang sempat viral di media sosial menuai kecaman dari kalangan insan pers dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam video tersebut, Agis menyebut bahwa wartawan dan LSM perlu memiliki tiga kartu sebagai syarat wawancara dengan pejabat, yaitu Kartu Tanda Anggota (KTA), bukti kepemilikan perusahaan media, serta sertifikasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan keanggotaan organisasi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Namun, yang paling menyulut emosi kalangan jurnalis adalah pernyataan Agis yang menyebut istilah “wartawan Bodrex” istilah yang dipandang merendahkan martabat profesi wartawan dan LSM. Pernyataan ini dinilai tak hanya menyesatkan publik, tapi juga menumbuhkan stigma negatif terhadap profesi yang dijamin oleh undang-undang.
Dalam klarifikasi yang disampaikan Agis Aulia di Gedung DPRD Kota Serang pada Jumat (13/6/2025), ia menyatakan bahwa pernyataan soal “tiga kartu” bukan merupakan aturan resmi dari pemerintah kota, melainkan sekadar imbauan untuk meningkatkan profesionalisme wartawan.
“Itu bukan aturan. Tidak ada peraturan yang mengharuskan tiga kartu. Itu hanya arahan dan diskusi agar jurnalis lebih profesional,” ujar Agis saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Namun, klarifikasi tersebut belum mampu meredakan kekecewaan publik. Pimpinan PT Sultan Inti Media, Robi, selaku perusahaan induk media penasultan.co.id, secara terbuka menanyakan enam pertanyaan kritis kepada Agis Aulia. Dalam pernyataannya, Robi menilai Agis telah merendahkan profesi wartawan dan LSM, dan perlu bertanggung jawab atas ucapannya di ruang publik.
Lebih lanjut, Robi menegaskan bahwa persoalan sesungguhnya bukan terletak pada wartawan atau LSM yang bekerja sesuai tugasnya, tetapi pada menjamurnya media tidak legal yang tidak memiliki struktur hukum yang jelas.
“Yang seharusnya ditindak itu media online yang tayang tanpa legalitas. Banyak yang menumpang PT lain, ini jelas merugikan media resmi seperti kami yang taat hukum,” tegas Robi.
Robi juga menyerukan agar pejabat publik berhenti menggeneralisasi profesi wartawan, dan mulai membedakan antara jurnalis profesional dengan oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan media.
Pernyataan tersebut sekaligus mempertegas bahwa peran wartawan dan LSM sangat penting dalam menjaga transparansi, mengawasi anggaran publik seperti dana BOS, dan menjalankan fungsi kontrol sosial di tengah masyarakat.
Tidak ada komentar